RSS

Suami Romantis ^_^


Suami Romantis
by Dian Yasmina Fajri



Aku berdiri di depan kalender. Beberapa hari lagi kami akan melewati tanggal istimewa. Tahun perkawinan kami yang kelima.

Seingatku kami jarang bertengkar. Kalau bukan aku duluan yang cari gara-gara, sepertinya kami tak akan pernah bertengkar. Penyebabnya pun bisa masalah sepele yang bagiku kadang sangat menjengkelkan. Aku bisa menerimanya dengan lapang dada kalau sedang cuek, tapi kalai keimananku lagi tipis aku bisa uring-uringan karenanya.

Suamiku tidak romantis. Dia kadang nggak ngeh dengan apa yang aku mau. Padahal menurutku, dari bahasa tubuh saja seharusnya dia bisa menangkap keinginanku. Orangnya cuek bebek, walupun selera humornya oke juga hingga kadang kami sering melewati hari dengan kelucuan-kelucuan yang menyegarkan. Misalnya, dia tak malu mengajakku berjoget kalau kebetulan mendengarkan iklan Syarmila di televise. Gayanya dengan jempol ketemu jempol dengan mata dimerem-meremkan kadang membuatku tertawa sampai sakit perut. Soalnya aku pada saat yang sama kadang suka membayangkan bagaimana berwibawanya dia di tempatnya bekerja. Oh, ya, suamiku bekerja di bagian personalia sebuah pabrik sebagai pemimpin yang membawahi ratusan buruh. Dia juga kerap mengisi pengajian bapak-bapak di masjid tempat kami tinggal.

“Aku bilangin bapak-bapak pengajian baru tahu rasa lho!” godaku mencandainya.

“Alaah, kamu juga, di data dulu katanya pendiam, tahunya cerewetnya ‘nggak tahaaaan’!” balasnya menirukan sebuah iklan.

Ia mengungkit data waktu kami taaruf dulu. Kami menikah tanpa pacaran, tapi dikenalkan oleh teman. Teman yang jadi mak comblang itu bilang padanya kalau aku pendiam. Kenyataanya aku memang pendiam kalau sedang tidur. Tapi kalau dia begitu, ya… terpaksa aku jadi cerewet.

Jam delapan malam saat kepulangannya dari kantor, dia duduk di bangku kesayangannya. Aku mengambilkan the dan makanan kecil, lalu kai saling betukar cerita tentang kejadian yang kami alami seharian tadi. Kadang kalau ana-anak sudah tidur, kami bisa mengobrol sampai setengah sebelas malam atau lebih malam lagi.

“Mandi dulu, Yang!” kataku entah untuk yang keberapa kali di sela-sela obrolan kami

“Apakah harus?”

“Iya lah, kamu berdebu begitu!”

“Ck… ck, Ibu-ibu… mandi itu harus ada sebab-sebabnya!” jawabnya nakal.

“Sebabnya udah jelas… kamu bau bus dan berdebu begitu,” jawabku sambil menutup hidung pura-pura sangat terganggu.

“Ee.. Ingat… kiat-kiat menjaga kulit… Satu, mandi jika ada sebab yang mewajibkan. Dua, banyak bergerak, agar banyak keluar keringat. Tiga, keringat tak usah dilap. Empat, jangan mandi sebelum gatal…!”

Aku jadi tetawa mendengar alasannya. Herannya kulitnya memang dari sononya bening dan bersih. Wajahnya mulus tak pernah jerawatan.

Pernah jerawat menyerang wajahku dan membuatku sebal. Aku pun Tanya padanya. “Yang, ngilangin jerawat gimana sih? Kok kamu nggak pernah jerawatan?”

“Makanya Bu, jangan sering-sering mandi. Kamu sih, habis masak mandi, habis jalan-jalan pagi mandi, kepipisan adik mandi…. Kebanyakan mandi nanti kamu mentik kayak tumbuhan!” jawabnya konyol. Aku terkikik karena dalam pikiranku terbayang biji kacang hijau yang tiap hari disiram hingga mentik jadi toge. Ah, si sayang memang selalu ada-ada aja! Tapi aku segera tersadar dari lamunanku dan teriak.

“Udah… udah…! Mandi dulu, pokoknya aku nggak mau nyiapin nasi kalau Mas belum mandi,” kataku mengingat kebiasaannya tak mau makan kalau bukan aku yang nyendokin ke piring dan menyiapkan semuanya. Manja!

“Gimana aku mau mandi kalau ada bidadari cantik yang menahan langkahku?”

“Ngegombalnya nanti aja!” Aku mendelik, dan dia nyengir bandel lalu segera mengambil handuk dan baju santainya yang dari tadi sudah aku siapkan.

Ketika ia mandi aku menyiapkan makanannya. Beberapa saat kemudian dia keluar dan melemparkan handuk basah ke atas tempat tidur.

“Mas…!” ujarku sambil melirik handuknya.

“Sorry… sorry, Neeeng. Lupa…” ujarnya sambil cengar-cengir, “Cerewet” bisiknya sambil menggantung handuk di tempatnya dan membuatku mendelik. Ia cuma tertawa.

Begitulah, tak ada yang jelek pada tingkahnya. Dia selalu nyantai saja kalau diprotes ketidakdisiplinnya menaruh handuk, buku, sepatu, sabun mandi, dan lain-lain. Aku juga tak mempedulikannya benar kalau sedang menggebu sayang dan kangenku padanya. Tapi kalau kebetulan sedang bad mood, hal kecil itu bisa juga membuat kami diam-diaman.

Seperti pagi itu, kami berangkat kantor bareng. Senang rasanya bisa bergandengan sepanjang jalan menuju terminal sebelum berganti kendaraan ke kantor masing-masing, apalagi kami jarang bisa bersma. Pulang kerja paling cepat pukul delapan malam ia sampai rumah. Kalau ada kegiatan ekstra seperti Rohis kantor, karang taruna di lingkungan kami, tugas keluar kota, atau mengisi pengajian, kami jarang bisa bersama dalam waktu yang agak lama. Karea itu, kami senang bisa berangkat bareng ke kantor.
Tapi begitulah, hari itu rasanya menjengkelkan sekali. Sedang enak-enaknya jalan bergandengan di tepi trotoar menunggu bus lewat, tiba-tiba busnya datang duluan.

“Bu… Bu, tuh busku datang, yok…” Terburu-buru ia mengejar Patas AC yang memang langka dan selalu penuh itu. Hup, dia melompat ke dalam bus dan meninggalkanku sendirian di jalan. Sebal! Nggak ada basa-basinya. Salam dulu kek, beri aku kesempatan mencium tangannya kek, atau bilang ‘Aku duluan, ya Yang, hati-hati di jalan,’ gitu… Kayak di film-film. Ini, mah… boro-boro. Sebal, rutukku kesal.

Rasa kesalku akhirnya merambat ke hal-hal lain. Seingatku ia pernah mengantar aku belanja ke swalayan seperti yang dilakukan para suami teman-temanku. Tapi coba dia bilang apa, ketika aku minta diantar? “Kamu kan punya kaki, jalanlah sendiri. Tugasku lagi banyak! Tak usah manja. Ingat muslimah harus tegar, siap berjihad fi syara wa dhara!”
Auk ah gelap! Sebeeeeeeellll!!! Cibirku dalam hati. Aku memang bisa jalan sendiri, tapi kan sekali-kali bolehlah manja. Dia itu kalau aku lahi ingin kolokan kadang masa bodo terus.

“Mas, kepalalku pusing nih!” kataku dengan memelas, menyilakannya untuk memijit kepalaku atau apalah biar aku bisa sedikit manja padanya.

Dia Cuma jawab, “Oh, pusing. Minum obat sana!” katanya tetap menekuri buku yang dibacanya.

Huuuh bête! Aku pun jadi cemberut semalaman tapi dia tetap tak sadar. Setelah matanya sepet karena membaca, ia menguap lebar lalu mencium keningku yang sedang cemberut di sampingnya lalu mendengkur tidur. Hiiih… gak liat apa aku udah pasang muka ditekuk begitu? Kan capek, hargain sedikit dong! Sebal!

Pernah suatu saat dia bertugas keluar kota. Aku mengantarnya sampai stasiun kereta berharap bisa bercakap melepas kangen sebelum berpisah. Namun, di stasiun dia bertemu dengan kawannya waktu kuliah dulu. Ngobrol lama sekali. Aku ikut mengobrol karena tak tahu topic pembicaraan anak teknik industry, dan ia laki-laki, lagipula suamiku lupa mengenalkan temannya itu padaku. Aku Cuma bisa berdiri menunggu jadi kambing congek. Setelah sekitar empat puluh menit, percakapan itu baru selesai. Itupun karena kereta ArgoBromo datang dan ia tergesa-gesa mengangkat barang-barangnya.

“Bu… aku berangkat, ya, hati-hati di rumah!”

Aku Cuma menatap kepergiannya dengan doa. Semoga selamat pulang dan pergi. Tapi dasar suamiku cuek. Tiga hari di luar kota, tak member kabar apapun. Telepon kek, kalau sudah sampai atau kasih tahu kami dimana dia menginap. Apa dia sehat-sehat saja? Pikiranku jadi macam-macam. Jangan-jangan dia tidak sampai? Jangan-jangan ada penjahat yang menodongnya lalu ia terluka, berdarah-darah dan masuk rumah sakit? Atau dia mengalami kecelakaan, ketabrak truk waktu hendak menyeberang, terkapar sendirian, tewas mengenaskan, tak ada saudara yang tahu, dan aku… aku jadi janda…. Lalu bagaimana dengan dua anakku yang masih kecil-kecil itu. Akhirnya aku menangis di depan anak-anakku yang tengah terlelap tidur. ‘Kalian akan jadi yatim, Nak!’ bisikku pilu.
Aku pun merancang-rancang rencana kalau suamiku benar-benar mati. Mungkin aku akan jualan gado-gado, atau menitipkan kue-kue ke toko-toko untuk menunjang gaji kantorku yang tidak begitu besar. Tiba-tiba pikiranku melompat. Atau jangan-jangan dia sudah punya istri baru disana, jadi lupa meneleponku. Hatiku jadi cemburu tak karuan. Teganya si Mas. Mas, awas saja kalau sampai begitu, aku nggak relaaaaaa…!!!

Selama itu aku jadi salah tingkah, cemas, sehingga tidak punya nafsu makan dan tak bisa tidur karena memikirkannya. Aku berusaha banyak shalat dan membaca Al Qur’an, tapi pikiranku tak khusyuk, mengembara kemana-mana.
Tiga hari kemudian dia datang dengan tas besarnya yang berisi pakaian kotor dan beberapa tas oleh-oleh.

“Assalamu’alaykum!”

Ia merangkul anak-anaknya dengan sepenuh kangen. Diam-diam aku memandanginya menyelidiki kalau-kalau memang dia punya affair, tapi tingkahnya tak mencurigakan kecuali kalau dia actor yang bisa beracting luar biasa. Ketika ia mengungkapkan kekangenannya padaku, kedengarannya sangat tulus, tak dibuat-buat. Hilang sudah prasangkaku, walaupun setelah ia istirahat aku tumpahkan juga unek-unekku atas kelalaiannya menelepon.

“Ya, ampun… Bu…Bu, makanya jangan kebanyakan nonton sinetron! Jadi emosional begitu!”

Dia malah tertawa mendengar kekhawatiranku yang berlebuhan. “Kalau aku meninggal, kawin aja lagi, repot amat… kamu masih muda dan cantik!” katanya di sela tawa.
Aku malah tambah sewot.

“Memangnya kamu pikir aku mudah gonta-ganti pasangan? Aku tuh tipe wanita setia tau? Kalau sudah satu, satu selamanya untuk seumur hidup! Lagian apa susahnya ngangkat telpon, kasih kabar kamu dimana, lagi ngapain…” Aku nyap-nyap nggak karuan, mengungkit semuanya.

Mungkin karena masih capek dari luar kota, dia dengan sukses mendengkur tak mempedulikan omelanku.

“Hai, jangan tidur dulu, aku belum puas ngomelnya!” kataku mengguncang-guncang badannya tapi dengkurannya malah tambah keras.

Besoknya habis shalat shubuh berjamaah, aku menekuk mukaku sampai saat sarapan. Rupanya dia juga kesal dengan sikapku. Kami jadi diam-diaman dan berangkat kantor sendiri-sendiri. Tapi tengah hari ia menelepon ke kantorku meminta maaf.

Malam harinya dia bilang, “Jangan berantem lagi ya Bu? Capek!”

Aku mengiyakan. Iya lah. Memangnya cemberut terus gak capek? Mana sedang kangen lagi!

Sejak saat itu, ia memang agak mendingan. Kalau mau pulang kemalaman, dia telepon dulu member kabar, menyuruhku makan malam duluan. Tapi itu tak berlangsung lama. Kalau tak diingatkan, kebiasaan cueknya suka kembali.

Memang sudah cetakannya begitu kali. Dengan saudara-saudaranya juga begitu. Ia tak pernah telepon kalau aku tak mengingatkannya. Aku maklum, memang hubungan persaudaraan mereka agak kaku, tidak heboh seperti hubunganku dengan kakak dan adik-adikku. Bahkan ketika aku suruh dia menelepon ibunya minimal seminggu sekali, ia malah bilang, ‘ngomongin apa, ya?’ Padahal aku sendiri dalam seminggu paling tidak menghabiskan sejam dua jam untuk menelepon ortu, mertua, dan saudara-saudara.
Mengingat sifatnya memang cuek, aku tak menekuk mukaku ketika ia pulang menjelang pukul setengah sebelas. Biasa, habis ngisi pengajian. Aku menyiapkan makan dan mengobrol dengan manis. Kami diskusi tentang buku yang baru dibacanya, kebetulan tentang komunikasi suami istri.

Aku arahkan pembicaraan ke tingkahnya yang membuatku kesal. Tapi aku tak mau to the point. Aku arahkan hal itu dengan bercerita tentang temen SMU-ku dulu. Rian dan Novi yang putus pacaran Cuma gara-gara tak dibukakan pintu mobil.

Alkisah, Novi sudah berdandan habis, berusaha secantik mungkin untuk nge-date, tapi Rian datang dengan jeans belel dan kaos oblong. Novi berjalan keluar laksana seorang putri. Ia berdiri menanti, sementara Rian langsung membuka mobil dan duduk di belakang kemudi. Novi sebenarnya menunggu dibukakan pintu, seperti yang biasa dilakukan para gentleman. Akan tetapi, Rian malah mengklakson mobilnya dengan tak sabar. Akhirnya mereka bertengkar. Besok pagi berita bahwa mereka putus telah tersebar ke seluruh penjuru sekolah. Novi bilang padaku bahwa dia capek jalan sama orang yang nggak ada romantic-romantisnya. Sedangkan Rian bilang, emangnya dia gak punya tangan buat buka pintu?

“Dulu aku heran, kok bisa-bisanya gara-gara nggak dibukain pintu mobil aja hubungan mereka jadi putus?” kataku pada suamiku yang mendengarkan sambil menikmati makanannya.

“Itu tandanya Allah masih sayang sama si Rian. Dia dijaga Allah biar nggak pacaran. Mungkin dia sekarang sudah insyaf. Mungkin dia udah jadi ustadz!”

“Iiih kamu salah ngambil ibrah!” selaku keki. Aku kan cerita begitu untuk menyindirnya.

“Aku ngomong begini sehubungan dengan … kamu kalau naik bus duluan. Mbok ya jangan ninggalin aku begitu aja. Salam dulu kek, basa-basi apa gitu… Ini sih teruuus aja lari. Habis manis sepah dibuang!”

“Duuuh si Eneeeng maraaaah!”

Aku terus saja menumpahkan kekesalanku tentang kecuekan dan ketidakromantisannya. Tentang seringnya aku member hadiah dasi, kemeja, dan memperhatikan pernak-pernik kebutuhannya, walaupun kukatakan itu memang uang gajinya. Tapi dia jarang memberiku hadiah. Sekalinya aku ulang tahun, aku diberi kado pisau Victorinox. Memang sih pisau itu sangat membantuku di dapur. Tapi kayaknya ngeri… dihadiahi pisau. Yang romantic dikit dong! Sampai dia tak pernah membelikan bunga untukku pun ikut kukeluhkan.

“ya ampun, say… aku kan sudah menyerahkan semua gajiku padamu, maksutnya biar kamu bisa beli bunga segerobak atau sesuka yang kamu mau!”

Aku terpaksa tertawa mendengar jawabannya. “dasar si Ayah… tak ada romantic-romantisnya. Kamu kan pegang kredit card dan ATM, jadi bisa belanja!” kataku di sela-sela rasa geli karena sifat cueknya yang memang tak dibuat-buat.

Sejak itu aku lebih maklum lagi dengan sifatnya. Kalau aku lagi merasa terganggu dengan sifatnya, aku mencoba mengingat-ingat segala kebaikannya. Perihal dia tak pernah marah, hamper selalu bermuka cerah di hadapanku, shalih dan rajin ibadah, tegas dan punya prinsip, cerdas dan enak diajak diskusi, dan yang paling penting sekali ia sangat mendukung serta memberikan kebebasan padaku untuk mengembangkan diri, sejauh itu bisa dipertanggungjawabkan.

Keesokan harinya ia membawa lima buag pot bunga mawar sepulang kerja.
“Say.. Say… ini aku belikan pohon mawar. Aku tidak membelikanmu bunga tapi pohon… biar kamu bisa memetik bunganya sepanjang hari. Sesering kamu suka.”

Aku tertawa haru. “Makasih ya Mas,” ujarku sambil menghadiahinya sun sayang. Minimal dia mulai ngeri apa keinginanku.

Sekarang kalau berangkat kerja bareng, ketika akan naik angkot, dia menyikakan aku naik duluan, dan ketika sampai, dia menungguku turun lebih dulu.

“Udah nyadar?” bisikki padanya sambil berjalan di sisinya.

“Ladies first! Aku kan banyak belajar dari kamu!” jawabnya kalem.

Ya memang sepanjang tahun perkawinan, kami terus belajar satu sama lain. Seperti tiap saat ada saja hal-hal unik dari dirinya yang baru kuketahui dan berusaha aku pahami.
Memsuki tahun kelima pernikahan kami, aku ingin menyiapkan sesuatu yang spesial untuk keluarga. Aku masak yang agak banyak dan istimewa, menyiapkan bunga segar dan lilin untuk candle light. Pagi-pagi sebelum subuh, aku mandi dn mulai memasak. Selesai shalat di masjid, suamiku membaca Al Qur’an kemudian tidur lagi. Sepertinya dia lupa pada tanggal istimewa kami. Dan memang dia jarang merasa istimewa pada tanggal-tanggal yang sebalikknya kuanggap istimewa.

Aku juga segan mengingatkan. Ia malah sibuk sendiri memilih baju untuk rapat pertemuan direksi. Ketika sarapan, aku singkirkan bunga segar dari meja makan dan menaruhnya di meja ruang tamu. Kami sarapan tanpa banyak cakap. Anak-anak pun tak rewel saat disuapi.

Aku menunggu ucapan selamatnya sampai kami menunggu angkot. Ternyata dia biasa saja sampai kami berpisah bus karena kantor kami lain jurusan. Ya… sudahlah, pikirku maklum.

Ketika sibuk-sibuknya menyelesaikan pekerjaan kantor, pukul setengah dua belas siang, ia nongol di ruanganku.

“Ada apa, Mas?” aku langsung berdiri menyambutnya.

“Dia tersenyum misterius. “Mau ngapain kamu rapi banget? Pakai jas dan dasi segala. Jangan cakep-cakep nanti cewek-cewek pada naksir!” sapaku heran.

“Kan tadi habis rapat. Udah, jangan cerewet. Nge-Lunch yuuuk!”

“Hah, makan siang? Kamu gak kerja?”

“kan hari ini kita ulang tahun pernikahan? Tumben kamu gak ingat?”

“Jadi Mas ingat? Dari tadi pagi?”

“Nggak sih..! Pas lagi ngomong-ngomong sama temanku, aku jadi ingat hari ini kita ulang tahun. Kebetulan aku habis ngantar big bos ke airport, terus ada urusan luar, dan masih ada waktu buat kita makan siang bersua. Ayoo kapan lagi?!”

Aku tertawa girang. “Wah, surprise dong? Aku minta ijin keluar sebentar… kalau-kalau nanti telat kembali ke kantor!”

“Aku sudah mintakan ijin. Kubilang ada urusan keluarga!” katanya berbisik sambil tersenyum.

Teman-teman kantor sibuk menggoda ketika aku jalan keluar dengannya.

“Gandengan nih yee!”

Pokoknya aku tersenyum terus sepanjang jalan. Happy berat. Apalagi dia bawa mobil kantor segala. Ketika aku mau buka pintu, ia buru-buru membukakan pintuku. Tambah surprise lagi ketika dia memberiku buket bunga mawar. Wow, hatiku turut berbunga-bunga.

Kami makan di restoran yang agak mewah.

“Bayar, say…!” katanya selesai kami makan.

“Bayar? Bukannya kamu yang traktir?” tanyaku terkejut.

“Aku nggak bawa uang. Kan ATM dan kredit card ada di kamu, kemarin kamu minta buat bayar telepon” katanya lagi.

“Aku nggak bawa. Tadi pagi kutaruh di lemari buku. Aku Cuma bawa uang pas untuk ongkos saja, lima puluh ribu… itupun udah dipakai buat bayar bus!” kataku bingung.
Aku memang jarang bawa uang tunai dalam jumlah banyak. Begitu juga suamiku.

“Wah, gimana nih?”

Ia malah tertawa-tawa geli. Aku ngomel-ngomel karena diajak makan tanpa periapan uang.

“Makanya Mas, jadi orang perhatian dikit!” Ujarku kesal.

“Tahu gini mending makan di warteg aja tadi!”

Ia malah semakin lebar tertawanya. Akhirnya ia menemui manajer restoran, menjelaskan semuanya dan meninggalkan KTP. Untung manajer itu mau menerima walaupun wajahnya agak curiga. Malunya itu lho, masak makan di resto dengan jaminan KTP.

“Sorry ya, Yang… He, tambahin ongkos dong..! Ungku habis buat beli bunga!” katanya lagi sambil mesam-mesem.

Aku tambah mendelik keki. Sekali lagi aku berusaha maklum. Memang sudah dari sana cetakannya begitu!. Pikirku sambil memandangnya gemas…

Curahan Hati

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Bismillahirrahmanirrahim..

Assalamau’alaikum warahmatullah…

Ya Allah..

Sudah lama aku teringin untuk menulis warkah cintaku kepadaMu…

Hanya Kau yang Maha Mengetahui hati ini…

Aku tidak tahu…

Adakah aku ditipu oleh dunia fana ini…

Biarpun sebanyak mana hatiku menukil madah,

Tidak akan sesekali habis kalimahMu..

Tetap penuh biarpun ditambah gandaan segenap alam…

Aku keliru memilih panduan hidupku sendiri…

Mungkin seatu hari nanti Engkau akan menunjukkan sesuatu yang lebih awla muatku ya Allah…

Oh, ya Allah…

Kenapa sejak akhir-akhir ini aku menjadi semakin buntu…fikiranku bercelaru…aku rasa kehilangan identitas diriku sendiri…

Ya Allah aku semakin tewas dengan dunia ini…

Aku tidak dapat membedakan yang manakah yang fardhu dan manakh yang harus

Ya Allah manusia tidak mampu memahami diriku…

Hanya Engkau sahaja…

Ya Allah, aku pasrah…tetapi aku tidak mau tewas pada kelemahanku diriku sendiri…aku memerlukan ilham daripadaMu…

Hatiku membutuhkan sesuatu ya Allah…

aku memerlukan ketenangan yang tidak bias aku peroleh melainkan hanya dengan bersendirian denganMu..

biar apapun yang berlaku, aku masih memerlukan diriMu…

aku sangat memerlukan Engkau ya Allah, lebih daripada sebagai hamba…

sebagai kekasih ya Allah…

aku tidak mampu mengarunginya seorang diri ya Allah…

aku sadar kelemahan, kekhilafan dan kesalahan yang telah kulakukan selama ini..

tapi kenapa aku gagal menjauhinya ya Allah..

Biarpun sejuta manusia menawarkan diri untuk menolongku atau seumur hidup aku mengadu pada manusia, tidask ada yang dapat membantuku sehebat kuasaMu..

Aku tidak mengerti akan diriku…

Tenggelam punca dalam kesibukan dunia..

Ah, dunia yang fana ini lagi !!

Sukar diriku lari daripada kenyataan..

Ya Allah aku sudah tenggelam punca..

Aku kehilangan arah tuju..

Namun aku akan tetap berusaha mencari cahaya itu..

Cahaya yang Engkau janjikan buat hamba-hambaMu yang beriman…

Namun kudambakan lebih dari itu…

Aku mau menjadi seseorang yang bertaqwa di sisiMu…

Meskipun aku tahu hakekat kehambaan ini…

Aku tidak akan berputus asa untuk mendapatkan cintaMu..

Karena aku tahu sesungguhnya Engkau Maha Penyayang..

Dan setiap ibadahku pasti bermula dengan kalimahMu..

Wahai Rabb yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih…

Aku dahagakan cintaMu ya Allah…

Aku sanggup merengkuh segalanya demi Engkau Tuhan yang Maha Esa…

Engkau bukan permata…

Bukan juga mutiara…

Tetapi Engkaulah yang maha pemilik segala…

Engkaulah yang memegang hati-hati ini…

Hati ini menangis kala malam berlabuh…

Hati yang meronta karena terlalu merinduimu…

Hati yang tidak sanggup berjauhan denganMu walau sedetik…, jiwa sekental Bilal bin Rabbah…

Hati ini serasa keseorangan apabila keramaian…

Hati ini baru mengerti maksud Mahabbah kepadaMu…

Hati mahu tiap denyut nadinya hanyalah untukMu…

Setiap titis darah yang mengalir dalam pembuluh, setia menyebut namaMu….

Berusaha untuk tidak mengingkari nikmatMu…

Ya Allah aku mengharapkan cinta semulia Nabi Muhammad, kasih yang tidak berbelah bahagi al-khalil Ibrahim, sifat pengasihani Siti Khadijah, rindu sesetia Rabiatul Adawiyah,

Sabar secekal Fatimah, yakin sesuci Asiah, iman seteguh Sumayyah,

Jiwa sekental Bilal bin Rabbah..

Aku benar-benar telah jatuh cinta…

Aku cintakanMu ya Allah..

Jangan Engkaun padamkan api kecintaanku terhadapMu ya Allah…

Malah ku pohon agar Engkau semarakkannya dengan kasihMu dan nurMu…

Aku memerlukanMu dalam tiap detik hidupku…

Aku senantiasa berkehendak kepada cintaMu, rahmatMu dan petunjukMu…

Insyaallah…

Amiin ya Allah…

Amiin ya Rahman…

Amiin ya Rahim…

Amiin ya Rabbal’aalaamiin..

Inni uhibbuka ya Allah, ya Habibi…

~~funpage teman~~

Surat untuk Suami

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh..

Apa kabarmu disana sayang ?? ku pastikan kau disana sama dengan diriku, sehat tak kurang apapun.

Jelaslah rindu ini yang membuatku ingin menyampaikan setiap kata dengan pena cinta yang ku miliki. Ku pun yakin, kau disana lebih memiliki rindu yang maha dahsyat untukku.

Sayang, kau tahu bukan. Jika ada junjungan tertinggi pada makhluk Nya yang patut aku sembah selain padaNya itu adalah dirimu, pastilah aku hibahkan sujudku selain padaNya. Tapi sungguh sayang, ku yakinkan hati ini bahwa setinggi-tingginya mahabbah hanyalah pada Nya, tak ada selain untukNya. Kau pun tahu, cintaku padamu hanyalah perjuanganku untuk meraih cintaNya.

Jangan kau harapkan cintaku layaknya Juliet pada Romeo atau Laila pada Qais, tak mungkin ku merelakan cintaku tersia-sia layaknya cinta mereka. Maka sayang, ajarkanlah aku untuk memupuk cinta yang telah mempertemukan kita, menjadi cinta yang maha dahsyat yakni karna kecintaan kita pada Allah dan untuk Allah. Karna cintaNya lah yang mampu meredam kerinduan kita.

Kau ingat sayang, kau begitu memuji keindahan atas penciptaanNya terhadapku, keelokan wajahku. Seandainya keelokan wajahku adalah yang terpenting untukmu, kan kuhias diri ini penuh warna untuk membiusmu pada keelokanku. Tapi benerkah itu yang terpenting untukmu ??

Seandainya benarlah itu yang lebih kau pentingkan, maka kau bukanlah suami yang tepat untukku. Tapi waktu ternyata berkata bahwa kau tak mementingkan semua keindahan dunia, terbukti ketika kau terus mengingatkanku untuk mendoakan perjuanganmu dan mendedikasikan waktuku untuk anak-anak kita dan perjuanganku.

Kau ajarkan aku menghiasi diri ini dengan akhlak dan keikhlasan. Kau bantu aku agar menjaga lisan dan kesabaran. Allah telah mempertemukanku dengan Mujahid terbaik untukku, karna kau pun tak pernah lepas dari mempekuat dirimu dengan taqwa dan keteguhan untuk menjagaku. Ketawadhuanmu membuat ukiran cinta dihatiku kian rumit.

Terimakasih yaa cinta, atas dedikasimu padaku. Tanpamu mungkin aku tak mampu mengenal dien ini secara baik, tanpamu mungkin aku lemah mengenalkan dien ini pada anak-anak kita. Tanpamu mungkin kini ku rapuh dalam menjalani indahnya mengenal agama Allah. Betapa aku bersyukur karna Allah mencintaiku dan mencintaimu sehingga kita dipertemukannya dalam Naungan CintaNya.

Ingatlah sayang, cinta kita hanyalah aplikasi kecintaan kita pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tak ada cinta yang patut dijunjung tinggi selain cintaNya. Yakinlah bahwa aku hanya ingin mencintaimu karna Allah.

Maka sayang “ Cintailah aku Karna Allah


dari situs bukan muslimah biasa

Surat Cinta Dari Gaza

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

surat ini sudah beberapa bulan lalu saya dapat lumayan lama ketika maraknya saudara kita di palestina di sakiti namun selalu saja menjadi renungan buat saya dan semoga sahabat juga merasakan apa yang saya rasakan ketika harus membaca surat ini. Semoga Allah menjadikan mereka terus terjaga izzah hingga menjadikan mereka para syuhada yang meramaikan syurga. Selamat membaca

Saya tidak tahu, mengapa saya harus menulis dan mengirim surat ini untuk kalian di Indonesia,,??? namun , jika kalian tetap bertanya kepadaku, kenapa…? Mungkin satu-satunya jawaban yang saya miliki Adalah karena Negeri kalian berpenduduk muslim Terbanyak di punggung bumi ini,,,,bukan demikian saudaraku??? disaat saya menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam, ketika pulang dari melempar jumrah Saya sempat berkenalan dengan salah seorang “aktivis da’wah” dari Jama’ah haji asal Indonesia, dia mengatakan kepadaku,”setiap tahun musim haji, ada sekitar 205 ribu jama’ah haji ber asal dari Indonesia datang ke Baitullah ini…!!!”. Wah,,,,sungguh jumlah angka yang sangat fantastis & membuat saya berdecak kagum, Lalu saya mengatakan kepadanya, “sauadaraku,,,,jika jumlah jama’ah Haji asal GAZA sejak tahun 1987 Sampai sekarang di gabung,,itu belum bisa menyamai jumlah jama’ah haji Dari negeri kalian dalam satu musim haji saja”. Padahal jarak tempat kami ke Baitullah lebih dekat di banding kalian yah… Wah….wah…pasti uang kalian sangat banyak yah, apalagi menurut sahabatku itu ada 5 % dari rombongan tersebut yang menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya,,,Subhanallah.

Wahai saudaraku di Indonesia

Pernah saya berkhayal dalam hati,,kenapa saya & kami yang ada di GAZA ini Tidak dilahirkan di negeri kalian saja. Wah….pasti sangat indah dan mengagumkan yah. Negeri kalian aman, kaya dan subur, setidaknya itu yang saya ketahui Tentang negeri kalian. Pasti para ibu-ibu disana amat mudah Menyusui bayi-bayinya, susu formula bayi pasti dengan mudah kalian dapatkan di toko-toko & para wanita hamil kalian mungkin dengan mudah bersalin di rumah sakit yang mereka inginkan. Ini…yang membuatku iri kepadamu saudaraku Tidak seperti di negeri kami ini….saudaraku, anak-anak bayi kami lahir di tenda-tenda pengungsian. Bahkan tidak jarang tentara Israel menahan mobil ambulance yang akan mengantarkan istri kami Melahirkan di rumah sakit yang lebih lengkap alatnya di daerah Rafah, Sehingga istri-istri kami terpaksa melahirkan diatas mobil,,,,yah diatas mobil saudaraku!! Susu formula bayi adalah barang yang langka di GAZA sejak kami di blokade 2 tahun lalu, Namun isteri kami tetap menyusui bayi-bayinya dan menyapihnya hingga dua tahun lamanya Walau, terkadang untuk memperlancar ASI mereka, isteri kami rela minum air rendaman gandum. Namun,,,mengapa di negeri kalian , katanya tidak sedikit kasus pembuangan bayi yang tidak jelas siapa ayah & ibunya , terkadang ditemukan mati di parit-parit, di selokan-selokan dan di tempat sampah,,,,itu yang kami dapat dari informasi televisi. Dan yang membuat saya terkejut dan merinding,,,,, ternyata negeri kalian adalah negeri yang tertinggi kasus Abortusnya untuk wilayah ASIA,,,,Astaghfirullah. Ada apa dengan kalian..??? Apakah karena di negeri kalian tidak ada konflik bersenjata seperti kami disini, sehingga orang bisa melakukan hal hina tersebut….!!!, sepertinya kalian belum menghargai arti sebuah nyawa bagi kami di sini. Memang hampir setiap hari di GAZA sejak penyerangan Israel, kami menyaksikan bayi-bayi kami mati, Namun, bukanlah diselokan-selokan ,,,,atau got-got apalagi ditempat sampah…saudaraku!!!, Mereka mati syahid,,,saudaraku… mati syahid karena serangan roket tentara Israel !!! Kami temukan mereka tak bernyawa lagi dipangkuan ibunya ,di bawah puing-puing bangunan rumah kami yang hancur oleh serangan roket tentara Zionis Israel, Saudaraku,,,,bagi kami nilai seorang bayi adalah Aset perjuangan perlawanan kami terhadap penjajah Yahudi Mereka adala mata rantai yang akan menyambung perjuangan kami memerdekakan Negeri ini Perlu kalian ketahui,,,sejak serangan Israel tanggal 27 desember kemarin Saudara-saudara kami yang syahid sampai 1400 orang, 600 diantaranya adalah anak-anak kami Namun,,,,sejak penyerangan itu pula sampai hari ini, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru Dijalur Gaza, dan Subhanallah kebanyakan mereka adalah anak laki-laki dan banyak yang kembar,,,Allahu Akbar!!!

Wahai saudaraku di Indonesia

Negeri kalian subur dan makmur, tanaman apa saja yang kalian tanam akan tumbuh dan berbuah, Namun kenapa di negeri kalian masih ada bayi yang kekurangan gizi ,menderita busung lapar,,,, Apa karena kalian sulit mencari rezki disana..? apa negeri kalian sedang di blokade juga..? Perlu kalian ketahui,,,saudaraku, tidak ada satupun bayi di Gaza yang menderita kekurangan gizi apalagi sampai mati kelaparan,,,walau sudah lama kami di blokade. Kalian terlalu manja…!? Saya adalah pegawai Tata usaha di kantor pemerintahan Hamas Sudah 7 bulan ini, gaji bulanan belum saya terima, tapi Allah SWT yang akan mencukupkan rezki untuk kami. Perlu kalian ketahui pula, bulan ini saja ada sekitar 300 pasang pemuda Baru saja melangsungkan pernikahan,,,yah,,,mereka menikah di sela-sela serangan agresi Israel, Mereka mengucapkan akad nikah,,,,diantara bunyi letupan bom dan peluru saudaraku. Dan Perdana menteri kami, yaitu ust Isma’il Haniya memberikan santunan awal pernikahan Bagi semua keluarga baru tersebut .

Wahai Saudaraku di Indonesia

Terkadang saya pun iri, seandainya saya bisa merasakan “pengajian” atau halaqoh pembinaan Di Negeri antum, seperti yang diceritakan teman saya tersebut,,,, Program pengajian kalian pasti bagus bukan, banyak kitab mungkin yang telah kalian baca, dan Buku-buku pasti kalian telah lahap,,,kalian pun sangat bersemangat bukan, itu karna kalian punya waktu Kami tidak memiliki waktu yang banyak disini wahai saudaraku… Satu jam,,,yah satu jam itu adalah waktu yang dipatok untuk kami disini untuk halaqoh Setelah itu kami harus terjun langsung ke lapanagn jihad, sesuai dengan tugas yang Telah diberikan kepada kami. Kami disini sangat menanti-nantikan hari halaqoh tersebut Walau Cuma satu jam saudaraku,,,, Tentu kalian lebih bersyukur, kalian lebih punya waktu untuk menegakkan rukun-rukun halaqoh, Seperti ta’aruf, tafahum dan takaful di sana. Hafalan antum pasti lebih banyak dari kami,,, Semua pegawai dan pejuang Hamas di sini wajib menghapal surat al anfaal sebagai “nyanyian perang” kami, saya menghapal di sela-sela waktu istirahat perang ,,, bagaimana Dengan kalian…? Akhir desember kemarin, saya menghadiri acara wisuda penamatan hafalan 30 juz anakku yang pertama, ia diantara 1000 anak yang tahun ini menghapal al qur’an, umurnya baru 10 tahun , Saya yakin anak-anak kalian jauh lebih cepat menghapal al quran ketimbang anak-anak kami disini, di Gaza tidak ada SDIT seperti di tempat kalian, yang menyebar seperti jamur sekarang. Mereka belajar di antara puing-puing reruntuhan gedung yang hancur, yang tyanahnya sudah Diratakan, diatasnya diberi beberapa helai daun pohon kurma,,,, yah ditempat itulah mereka belajar Saudaraku…., bunyi suara setoran hafalan al quran mereka bergemuruh diantara bunyi-bunyi senapan tentara Israel… Ayat-ayat Jihad paling cepat mereka hafal,,,karena memang didepan mereka “tafsirnya” langsung Mereka rasakan.

Wahai Saudaraku di Indonesia

Oh…iya, kami harus berterima kasih kepada kalian semua, melihat aksi solidaritas yang kalian perlihatkan kepada masyarakat dunia, kami menyaksikan demo-demo kalian disini. Subhanallah,,,,,kami sangat terhibur, karena kalian juga merasakan apa yang kami rasakan disini. Memang banyak masyarakat dunia yang menangisi kami disini , termasuk kalian di Indonesia Namun,,,bukan tangisan kalian yang kami butuhkan saudaraku Biarlah butiran air matamu adalah catatan bukti nanti di akhirat yang dicatat Allah sebagai Bukti ukhuwah kalian kepada kami. Doa-doa kalian dan dana kalian telah kami rasakan manfaatnya. Kami lah yang berterima kasih,,partai kami yaitu Hamas sejak berjuang melalui demokrasi Sejak tahun 2006, terinspirasi oleh kemenangan partai da’wah kalian di Indonesia, ,kami tetap mengurus partai seperti yang kami belajar dari kalian, tetap membina para kader kami, dengan dengan masyarakat dan satu lagi kami juga tetap mengangkat senjata untuk mengusir tentara Israel dari bumi palestina. Kalian tidak sedang mengangkat senjata , seperti kami disini, kader kalian banyak,,,,, Apalagi yang kurang dari kalian. Saya Cuma bisa berdoa semoga kalian bisa memenangkan pemilu nanti,,,, Oh,,,iya hari semakin larut, sebentar lagi adalah giliran saya Untuk menjaga kantor, tugasku untuk menunggu jika ada telepon dan fax yang masuk Insya Allah, nanti saya ingin sambung dengan surat yang lain lagi Salam untuk semua pejuang-pejuang islam di Indonesia.

Akhhuka…..Abdullah ( Gaza City ..1430 H )

diambil dari notes Ummi Akhwatul Imman

Kisah Ketegaran Seorang Istri Solehah

bismillahhirrahmanirrahim...

sebuah kisah nyata yang diambil dari dunia maya

aku mencintaimu suamiku

cerita ini adalah kisah nyata... dimana perjalanan hidup ini ditulis oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya.
Bacaklah, semoga kisah nyata ini menjadi pelajaran bagi kita semua.
(Semoga menjadi pengingat bagiku, ketika ku sudah melangkah ke dalam kehidupan baru).

******
Cinta itu butuh kesabaran ...

Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita ???
Hari itu...aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita..
Aku menjadi perempuan yang paling bahagia....
Pernikahan kami sederhana namun meriah...
Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu ..

Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula.

Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya.

Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu..

Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci….

Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku… sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku.

Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.

***

Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami.

Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.

Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku…

Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.

Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku…

Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina-hina oleh mereka…

Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang janda itu.

Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al – Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.

Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga.. aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.

Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suami ku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.

Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, "Assalammu’alaikum” dan mereka menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup.

Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata "Assalammu’alaikum”, ia pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.

Lalu.. Ibu nya berbicara denganku …

"Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri”.

Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka bicarakan.

Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya.

Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, ”lebih baik kau pulang saja, ada

kami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja. ”

Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya Salah ataupun Tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.

Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.

***

Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain.

Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggil ku ke taman belakang, ia baru saja selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.

Aku bertanya, ”Ada apa kamu memanggilku?”

Ia berkata, ”Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang”

Aku menjawab, ”Ia sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang kamu di travel bag dan kamu sudah memeegang tiket bukan?”

"Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan mama ku”, jawabnya tegas.

"Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana?", tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.

”Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti”, jawabnya tegas.

”Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan?”, lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada nya.

Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.

Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama Suamiku, tapi karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena Suamiku sangat sayang padaku.

Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.

Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.

Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena akan ditinggal pergi olehnya.

Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi.

Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman mengobrolku.

Hati ini sedih akan di tinggal pergi olehnya.

Sampai keesokan harinya, aku terus menangis.. menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya apada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.

***

Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang.

Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti di lilit oleh tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3.

Aku menangis.. apa yang bisa aku banggakan lagi..

Mertuaku akan semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian aku hanya bisa memeluk adikku.

Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya, "kapankah ia segera pulang?” aku tak tahu.

Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku..

Lebih baik aku tutupi dulu tentang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang.

Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung…

Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang masuk.

Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms.

Ia menulis, "aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan kabarin lagi”.

Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya di rumah.

Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yg buruk akhir-akhir ini.

Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah kami.

Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya..

Masya Allah.. ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku..

Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaan nya sampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.

Biasa nya kami selalu berjama’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengelus wajahnya dan aku cium keningnya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka’at.

***

Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari balkon kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi ia tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi.

Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku?

Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuaku dan kebetulan Dian yang mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, "Loe pikir aja sendiri!!!”. Telpon pun langsung terputus.

Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku.

Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari mana dan mengapa pulang terlambat dan ia bertanya dengan nada yg keras. Suamiku telah berubah..

Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang.

Aku hanya berdo’a semoga suamiku sadar akan prilakunya.

Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan.

Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku tetap merawatnya & menyiakan segala yang ia perlukan. Penyakitkupun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir.

Bersyukurlah.. aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya berobat semampuku.

Sungguh.. suami yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadi orang asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai, suamiku memanggilku.

"Ya, ada apa Yah!” sahutku dengan memanggil nama kesayangannya "Ayah”.

"Lusa kita siap-siap ke Sabang ya.” Jawabnya tegas.

"Ada apa? Mengapa?”, sahutku penuh dengan keheranan.

Astaghfirullah.. suami ku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, dia membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami.

Dia mengatakan ”Kau ikut saja jangan banyak tanya!!”

Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabang sambil menangis, sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi.

Lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin.. sangat dingin dari batu es. Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi aku tak bisa.

Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku..

***

Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidak tidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana, termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini..

Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya.

Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tua yg berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku lahir, tiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegera berkumpul diruang tengah, aku pun menuju ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah besar itu, yang tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda.

Kemudian aku duduk disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, aku tak berani bertanya padanya.

Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak atas semuanya, membuka pembicaraan.

"Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha”. Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.

”Ada apa ya Nek?” sahutku dengan penuh tanya..

Nenek pun menjawab, "Kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran!!".

Aku menangis.. untuk inikah aku diundang kemari? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku?

"Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu.. sebelum kau menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau di atur,dan akhirnya menikahlah ia dengan kau.” Neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logat orang Sabang seperti itu semua.

Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya.

"Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya”, neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.

Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian itu.

Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, "kau maunya gimana? kau dimadu atau diceraikan?"

MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti ini terhadapku..

Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulau

kayu, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.

"Fish, jawab!.” Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab.

Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas.

Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat berdiskusi dengannya melalui bathiniah.

‘’Untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru dirumah kami..”

Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikit pun menetes di hadapan mereka.

Aku lalu bertanya kepada suamiku, "Ayah siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti, yah?”

Suamiku menjawab, ”Dia Desi!”

Aku pun langsung menarik napas dan langsung berbicara, ”Kapan pernikahannya berlangsung? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek?.”

Ayah mertuaku menjawab, "Pernikahannya 2 minggu lagi.”

”Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruhnya mengurus KK kami ke kelurahan besok”, setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar.

Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku sendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi akutnya penyakitku..

Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini?

Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya, "sudah tidak cantikkah aku ini?"

Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah hampir habis.. kepalaku sudah botak dibagian tengahnya.

Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiri dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera memandangnya dari cermin meja rias itu.

Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, "terima kasih ayah, kamu memberi sahabat kepada ku. Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti! Iya kan?.”

Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakai shampo.

Dalam hatiku bertanya, "mengapa ia sangat cuek?” dan ia sudah tak memanjakanku lagi. Lalu dia berkata, "sudah malam, kita istirahat yuk!"

"Aku sholat isya dulu baru aku tidur”, jawabku tenang.

Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku.

Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat memanjakan aku atas rasa sayang dan cintanya itu..Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di laptopku.

Di laptop aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang sedang tidur pulas, apa salahku? sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku

save di mydocument yang bertitle "Aku Mencintaimu Suamiku.”

Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar. Aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja aku takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama.. lalu suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku.

"Apakah kamu sudah siap?”

Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata :

"Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk kedalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan do’a di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu..”, perkataanku terhenti karena tak sanggup aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak.

Tiba-tiba suamiku menjawab "Lalu apa Bunda?”

Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsung menatapnya dengan mata yang berbinar-binar…

"Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?”, pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar.

Dia mengangguk dan berkata, ”Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa bunda?”, sambil ia mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.

Dia tersenyum sambil berkata, ”Kita lihat saja nanti ya!”. Dia memelukku dan berkata, "bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain mama”..

Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan berkata, "Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja? Mengapa Ayah berubah? Aku kangen sama Ayah? Aku kangen belaian kasih sayang Ayah? Aku kangen dengan manjanya Ayah? Aku kesepian Ayah? Dan satu hal lagi yang harus Ayah tau, bahwa aku tidak pernah berzinah! Dulu.. waktu awal kita pacaran, aku memang belum bisa melupakannya, setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa aku terima, jika yang dihadapanku itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah berzina Ayah.” Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata, ”Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah”.

Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya menangis.

Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, ”bunda baik-baik saja kan?” tanyanya dengan penuh khawatir.

Aku pun menjawab, "bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu itu sudah mebuatku baik, Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang". Karena dia akan menikah. Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyu menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku.

Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat hati ini cemburu, ingin berteriak mengatakan, "Ayah jangan!!”, tapi aku ingat akan kondisiku.

Jantung ini berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu ijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia, tante yang baik itu, memelukku.. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya… aku kuat.

Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding dipelaminan. Orang-orang yang hadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapan sangat aneh, mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu.. hatiku menangis.

Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencuci kakinya. Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka dengan pernikahan ini?

Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti aku dahulu, yang di musuhi.

Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan didalam sana.

Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu, lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur disofa ruang tengah. Kudekati lalu kulihat. Masya Allah.. suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia ternyata tidur disofa, aku duduk disofa itu sambil menghelus wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget.

"Kamu datang ke sini, aku pun tahu”, ia berkata seperti itu. Aku tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata, "maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku”

Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat. Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya Allah.. apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi.. masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini..

Suamiku berbisik, "Bunda kok kurus?”

Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan.

Aku pun berkata, "Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?”

”Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah sering terluka oleh sikapku yang egois.” Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu.

Lalu suamiku berkata, ”Bun, Ayah minta maaf telah menelantarkan bunda.. Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mencintai ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta ayah dan satu lagi.. ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya kalau bunda gak mau berbuat "seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip ("seperti itu”). Ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah berpikir kalau bunda pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahi oleh keluarga ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda..”

Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di dirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapa tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini.

Aku hanya menjawab, "Aku sudah ceritakan itu kan Yah.. Aku tidak pernah berzinah dan aku mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa aku memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu Yah.. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu.."

Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian dikamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya juga.

Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.

Keesokan harinya…

Ketika aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali.. aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia langsung menggendongku.

Aku pun dilarikan ke rumah sakit..

Dari kejauhan aku mendengar suara zikir suamiku..

Aku merasakan tanganku basah..

Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.

Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan, ”Bunda, Ayah minta maaf…”

Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku?

Aku berkata dengan suara yang lirih, ”Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda kesana ya, Yah..”

"Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya, Yah… !!! Bunda sayang banget sama Ayah.”

Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudah tak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajahnya yang tampan, berlinang air mata.

Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil.

Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku..

Aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan duka..

Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran sampai kami menikah.

Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafasku.

Untuk Ibu mertuaku : "Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu sampai aku hidup didalam hati anakmu. Ketahuilah Ma.. dari dulu aku selalu berdo’a agar Mama merestui hubungan kami.

Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya Ma?

Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma?

Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci diriku.. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikap sebaliknya..”

Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan istriku.

==========================

===========================

Ayah, mengapa keluargamu sangat membenciku?

Aku dihina oleh mereka ayah..

Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat ada dirimu?

Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di jalan, aku menegurnya karena dia adik iparku tapi aku disambut dengan wajah ketidaksukaannya. Sangat terlihat Ayah..

Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti itu ayah ?

Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti membela adikmu, tak ada gunanya Yah..

Aku diusir dari rumah sakit.

Aku tak boleh merawat suamiku.

Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan mertuaku.

Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama mertuaku.

Aku sangat marah..

Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan pasti membela Desi dan

ibunya..

Aku tak mau sakit hati lagi..

Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku..

Engkau Maha Adil..

Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..

Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi pada ku..

Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan bermanja-manja lagi padamu..

Aku kuat ayah dalam kesakitan ini..

Lihatlah ayah, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku..

Aku bisa melakukan ini semua sendiri ayah..

Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu. Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui, tapi aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku. Aku harus sadar diri.

Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan olehmu..

Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku?

Ayah.. aku masih tak rela..

Tapi aku harus ikhlas menerimanya.

Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya. Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku. Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir. Sebelum ajal ini menjemputku.

''Ayah.. aku kangen Ayah..''

================================================== ===

’’Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu, Bunda..

Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi di Pulau Kayu ini.

Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwana pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri.’’

Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur..

Bunda akan selalu hidup dihati ayah..

Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak pernah marah..

Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah membersihkan telingaku, rambutku tak pernah di creambathnya, kakiku pun tak pernah dicucinya.

Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu sakit pun aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu..

Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin Ayah masih bisa tidur dengan belaian tangan Bunda yang halus..

Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat membutuhkan bunda..

Bunda.. kamu wanita yang paling tegar yang pernah kutemui..

Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku..

Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat di tidurmu yang panjang..

’’Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku selalu meng-iyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka.

Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu saja..

Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di surga sana?

Apakah Bunda tetap menanti ayah disana? Tetap setia dialam sana?

Tunggulah Ayah disana Bunda..

Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah di sini.. Aku mohon..

’’Ayah Sayang Bunda…."

♥◦°˚¨˚°*•‧::‧☺*•♫.•♥.•*¨:*

•♫.•♥.•♥

By: Aini ALfarah

(´'`v´'`)

`•.¸.•´

.¸.•´¸.•*¨)¸.•*¨)

(¸.•´ (¸.•´¸¸.¨¨`♥ ~

GlitterFly.com - Customize and Share your images